Jati (Tectona grandis) Taksonomi, Morfologi, Jenis-Jenis dan Manfaat

Penulis
Nadia Prasiska
Gambar 1. Jati (Tectona grandis) (Sumber: Taiyeb et al., 2017)


        Jakarta - Jati (Tectona grandis) merupakan tanaman yang sangat populer sebagai penghasil bahan baku untuk industri perkayuan karena memiliki kualitas dan nilai jual yang sangat tinggi. Kekuatan dan keindahan seratnya merupakan faktor yang menjadikan kayu jati sebagai pilihan utama (Sukmadjaya & Mariska, 2003). Jati merupakan salah satu jenis kayu tropis yang sangat penting  dalam pasar  kayu internasional  karena  berbagai  kelebihan  yang dimilikinya  dan merupakan jenis kayu yang sangat bernilai untuk tanaman kehutanan (Bermejo et al., 2004). Jati merupakan jenis yang sudah dikenal dan diusahakan sejak lama, khususnya di Pulau Jawa yang meliputi wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Di luar Pulau Jawa, jati ditemukan secara terbatas di beberapa tempat di Pulau Sulawesi, Pulau Muna, Pulau Sumbawa, Pulau Bali, Pulau Sumatra dan Pulau Kalimantan.


Taksonomi
Taksonomi pohon jati (Tectona grandis) menurut (Herbarium, 2011) sebagai berikut: 
Kingdom        : Plantae
Divisi              : Spermatophyta 
Kelas              : Angiospermae 
Ordo               : Lamiales 
Famili             : Lamiaceae 
Genus             : Tectona
Spesies           : Tectona grandis L.f.


        Pohon   jati   mampu   tumbuh   sampai mencapai  tinggi  30-35  m  pada  tanah  yang bersolum   tebal dan   subur.   Jati   menggugurkan daunnya pada musim kemarau untuk mengurangi penguapan.  Pohon jati memiliki tajuk membulat, batang silindris, tinggi batang bebas cabang  antara 10-20  m,  pada bagian batang  sering beralur.  Kulit batang  memiliki tebal  3  mm  pada  tanaman  muda  dan  dapat mencapai  0,5 –0,7  cm  pada  tanaman  tua, berwarna coklat muda-keabuan (Fauzi et al., 2020).

        Kayu  teras berwarna  coklat  muda –coklat  tua  atau  coklat  kemerahan, sedangkan kayu gubal berwarna  coklat   muda   keputihan atau   putih  kekuningan   (Hardjodarsono, 1984). Daun   tunggal, bertangkai  pendek,  memiliki duduk   daun  berseling   berhadapan, bentuk duduk  daun  elips-bulat telur,  panjang  daun antara 23-40 cm sedangkan lebar daun 11 –21 cm. Daun yang masih muda (tunas) berwarna coklat   kemerahan.      Buah   bertipe batu, memiliki  bulu  halus,  inti  tebal,  memiliki  4 ruang  biji  (Hidayat, 1998). Bunga   jati bersifat     majemuk     yang terbentuk   dalam   malai bunga (inflorescence) yang     tumbuh terminal   di   ujung   atau   tepi cabang.Malai  bunganya  terdiri  dari ratusan bunga kecil, berwarna putih dan berbulu halus.

        Bunga  jati termasuk  berumah  satu,  yaitu putik dan   benang   sari   berada   dalam satu    bunga (monoceous).   Bunga  jati   berdiameter   ±  1  cm dan   bersifat aktinomorfik, mahkota  menyatu sebanyak  6-7  helai.Bentuk  bunga  berkarang tersusun   seperti    anak payung   menggarpu. Kelopak bunga    berbentuk    jentera    corong dengan tabung pendek, berwarna putih, kadang memiliki   bentuk seperti   bunga   mawar   (rose) dan leher tidak berambut.

        Putik    tersusun    dari    bakal    buah, memiliki  empat  buah  bakal  biji  dan  tangkai putik  dengan kepala   putik   (stigma)   yang bertiang.    Tangkai    putik    dan    benangsari (stamen)  masing-masing memiliki  panjang  6 mm,  diameter   mahkota   bunga   6 –8   mm. Gugus-gugus bunga  bunga  jati merekah tak lama setelah fajar.

        Masa penyerbukan bunga jati yang terbaik terjadi di sekitar tengah hari, setiap bunga hidup hanya membuka selama satu hari. Bila  tidak  terjadi  pembuahan,  bunga  akan gugur pada sore hari atau keesokan paginya. Jenis   penyerbukan   pada   jati   merupakan penyerbukan  silang  (Kaosa-ard,  1998). Jati merupakan jenis yang penyerbukannya terutama dilakukan   oleh   serangga   tetapi   ada juga   yang   melalui   angin.   Penyerbukan   bunga dilakukanoleh    banyak    serangga,    tetapi terutama  oleh  jenis-jenis  lebah.  

        Oleh  karena itu, penduduk sekitar hutan juga sering dapat memanen madu lebah dari hutan-hutan jati.Jati umumnya mulai berbunga umur 6 -8 tahun  setelah  ditanam, tetapi  pembungaan pertama bisa lebih awal, umur 3-4 tahun, dan bisa juga lebih lambat, umur 20-25 tahun. Kebiasaan awal pembungaan   menyebabkan berkembangnya  percabangan  menggarpu.  Jati berbunga pada musim hujan. Awal pembungaan terjadi kira-kira satu bulan setelah hujan    pertama turun.   Jati   selalu berbunga setiap  tahun,  tetapi  terjadi  variasi  besar  dalam intensitas pembungaan setiap tahunnya (Rachmawati et al, 2002). Waktu pembungaan bervariasi tergantung  pada  datangnya  musim hujan. Awal   Pembungaan   di   wilayah   Asia Selatan dan  Asia  Tenggara  biasanya  terjadi pada bulan Juni-Juli  dan berlangsung  sampai dengan bulan  Oktober-Desember  (Kaosa-ard, 1998).

Jenis- Jenis Jati
Menurut Fauzi et al. (2020) jenis-jenis jati sebagai berikut:

1.   Jati   (Tectona grandis)
        Pohon jati mampu tumbuh sampai mencapai tinggi 30-35 m pada tanah yang bersolum tebal dan subur. Kulit batang memiliki tebal 3 mm pada tanaman muda dan dapat mencapai 0,5 – 0,7 cm pada tanaman tua, berwarna coklat muda-keabuan. Daun tunggal, bertangkai pendek, memiliki duduk daun berseling berhadapan, bentuk duduk daun elips-bulat telur, panjang daun antara 23-40 cm sedangkan lebar daun 11 – 21 cm. 

        Bunga jati bersifat majemuk yang terbentuk dalam malai bunga (inflorescence) yang tumbuh terminal diujung atau tepi cabang. Malai bunganya terdiri dari ratusan bunga kecil, berwarna putih dan berbulu halus. Putik tersusun dari bakal buah, memiliki empat buah bakal biji dan tangkai putik dengan kepala putik (stigma) yang bertiang.
Gambar 2. Daun Jati  (Tectona grandis) (Sumber: Fauzi et al., 2020)



2.   Jati Kluwih (Tectona abludens)
        Jati Kluwih tersebar dan ditemukan secara acak di hutan jati Pulau Jawa, terutama di daerah Desa Jati Mulyo Kecamatan Dlingo, Bantul dan Selang, Gunungkidul  Yogyakarta. Tectona  abludens ditemukan  oleh  Santi  dan  Rudjiman, sekitar tahun 1991 serta diajukan menjadi species baru genus Tectona . Jati ini memiliki nama lokal Jati Kluwih karena daunnya bergelombang sehingga mirip dengan Kluwih (Artocarpus incise) atau Sukun (Artocarpus altilis). 
        Pohon Jati Kluwih di lapangan dapat mencapai ketinggian 10-20 m, tajuk cenderung bercabang banyak dan berbentuk payung membulat. Batang berwarna coklat keputihan, tebal kulit batang 0,8 - 1 cm, dan mengelupas tipis. Batang kayu berbentuk membulat sampai oval, dengan tinggi bebas cabang 4 – 7 m pada tinggi total 15 m. Daun jati kluwih pada bagian pinggir daun berkelak-kelok atau bergelombang sehingga tampak tidak rata. Pada beberapa sampel daun yang diambil ada yang daunnya menjari menyerupai daun sukun atau kluwih. Permukaan daun lebih halus bila dibandingkan dengan daun jati umumnya.
Gambar 3. Jati Kluwih (Tectona abludens) (Sumber: Fauzi et al., 2020) 



3.    Jati Dahat  (Tectona hamiltoniana)
        Tectona hamiltoniana merupakan jenis jati yang secara alami terdapat di Myanmar dengan sebaran sempit (Prosea,1994). Tumbuh sampai pada ketinggian 660 m dpl. Dikenal dengan nama lokal Dahat teak, merupakan jenis yang toleran, mampu tumbuh di daerah yang kering (curah hujan kurang dari 40 inci/tahun) dan tidak subur bahkan pada lahan yang berbatu. Bunga berukuran kecil berwarna biru pucat atau putih. Ujung malai bunganya berbulu halus (15-30 cm). 
        Mahkota bunga berukuran 8 mm dan berbulu lebat pada bagian leher (corolla throat). Buah masak setelah musim dingin atau musim panas. Jati ini memiliki ciri berduduk daun tiga, tidak seperti famili Lamiaceae lainnya yang memiliki dua pasang duduk daun berselingan. Jati Dahat merupakan jenis yang menggugurkan daun, mempunyai ukuran pohon yang sedang dengan ketinggian kurang lebih 10-15 m dan mampu mencapai diameter kurang lebih 50-70 cm.
Gambar 4. Jati Dahat (Tectona hamiltoniana) (Sumber: Ministry Forestry of Myanmar)


4.   Jati Philipina (Tectona philippinensis)
        T.philippinensis ini merupakan jenis endemik lokal yang sebarannya hanya terdapat di Philippina, tersebar di Pulau Luzon dan Pulau Iling. Di Pulau Luzon terdapat di daerah Lobo dan San Juan, Propinsi Batangas, sedangkan di Pulau Iling ditemukan di daerah Katayungan dan Baclayon Barangays, Mindoro (Madulid et al., 2008). 
        Pohon relatif kecil dapat mencapai tinggi sampai 15 m, diameter batang dapat mencapai 50 cm (Castaneto & Edmiston, 2003) bentuk daun bulat telur sampai bulat memanjang, dimensi daun panjang 8-13 cm sedang lebar 3-6 cm. Panjang tangkai 5-7 mm. Bunga memiliki panjang 8 mm dan berdiameter 10 mm, calyx berbentuk corong, mahkota bunga berwarna putih dan berambut halus pada bagian corolla throat. Buah Tectona philippinensis dibungkus oleh calyx yang tidak menggelembung (Prosea, 1994), drupe berukuran sekitar 8 mm. Kayunya digunakan untuk konstruksi bangunan dan mebel. 
Gambar 5. Jati Philipina (Tectona philippinensis) (Sumber: Fauzi et al., 2020) 


Manfaat Jati

        Ranting dan dahan pohon jati sering dipakai untuk kayu bakar sebelum minyak tanah dan gas elpiji dikenal oleh masyarakat sekitar hutan. Dalam baha sa jawa kayu jati yang digunakan sebagai kayu bakar disebut rencek. Disamping untuk memenuhi kebutuhan sendiri, tak jarang mereka menjualnya ke pasar terdekat untuk tambahan pendapatan.


        Kulit batang jati atau blabokan dapat digunakan sebagai bahan dinding rumah. Kulit kayu jati memiliki ketebalan 0,8 cm -1 cm cukup memiliki kemampuan menahan terpaan angin, panas dan hujan. Penggunaan blabokan ini lebih banyak dipakai oleh masyarakat sekitar hutan yang kurang mampu atau terkadang digunakan sebagai dinding penutup bagian belakang rumah, terutama dapur.


        Kayu jatinya sendiri digunakan sebagai material bangunan rumah penduduk lokal. Rumah-rumah yang dibangun menggunakan papan/dinding, tiang/soko dan bagian rumah lainnya sering disebut dengan istilah omah gebyok. Dengan arsitektur yang unik dan antik, rumah dengan model bekuk lulang, limasan maupun joglo menjadi barang yang dicari untuk diperdagangkan. Sering ditemukan rumah-rumah tradisonal tersebut berpindah tempat dari desa ke kota, menjadi rumah klangenan, rumah makan, hotel atau sekedar barang koleksi.


        Setelah ditebang, seringkali akar dan tonggak bagian bawah ditinggal bergitu saja tidak dimanfaatkan. Namun seiring dengan semakin sulit mencari kayu jati yang berasal dari tegakan tua (daur 60-80 tahun), tonggak jati tersebut dimanfaatkan untuk bahan parket (lantai kayu) dan bahan garden furniture. Kerajinan mebel yang berbahan baku tonggak jati banyak ditemukan disekitar daerah Ngawi, Cepu, Blora dan Randublatung. Mebel berbahan batang dan akar bawah pohon jati yang tidak beraturan sering disebut dengan meja gembol jati (Fauzi et al., 2020).




Sumber

Bermejo, I.; I. Canellas; A.S. Miguel. (2004). Growth and Yield Models for Teak Plantations in Costa Rica. Forest Ecology dan Management (189): 97-110. Elsevier.


Castaneto, Y.T and Edmiston, Minda P.F (2003). Response of Tectona philippinensis Benth.

& Hook (Philipine Teak) cutting to applied mykovam and biocore. Philippine Journal of Science,132, (2).


Fauzi, M. A., Hasna, T. M., Setiadi, D., & Adinugraha, H. A. (2020). Variasi Morfologi Empat Spesies Jati (Tectona Sp) di Asia Tenggara: Potensi Pemuliaan Pohon dan Bioteknologinya. Biota: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati, 115-123. 


Hardjodarsono. 1984. Jati, cetakan ke-4. Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan, Universitas

Gadjah Mada, Yogyakarta.


Herbarium, M. (2011). Taksonomi Tumbuhan dan Herbarium Madanense (MEDA). Fakultas

Pertanian Universitas Sumatra Utara, Medan.


Hidayat,  A.1998. Evaluasi Awal Uji  Klon dari 121 pohon   Plus   Jati   (Tectona   grandis L.f.) dengan Okulasi.       Tesis       Pascasarjana, Program   Pascasarjana   UGM, Yogyakarta (tidak diterbitkan).


Kaosa-ard, A. (1998). Teak breeding and Improvement Straregies. In : Teak for The Future, Proceeding of the Second Regional Seminar  on Teak  29  Mei-3 Juni  1995, Yangon, Myanmar.    Thailand   :    FAO Regional Ofiice for Asia and The Pacific.


Madulid, D.A., Agoo, E.M.G. & Caringal, A.M. (2008). Tectona philippinensis. The IUCN

Red List of Threatened Species 2008.


Murtinah, V., Marjenah., Ruchaemi, A., Rudihayat, D. (2015). Pertumbuhan Hutan Tanaman Jati (Tectona grandis Linn. f) di Kalimantan Timur. Jurnal AGRIFOR, Volume XIV Nomor 2.


Prosea, (1994). Plant Resources of South-East Asia 5; (1) Timber trees: Major commercials timbers, I.Soerianegara and R.H.M.J. Lemmens (Editors). PROSEA Foundation, Bogor, Indonesia, Page: 448-454.


Rachmawati, H.,  Djoko  Irianto  dan  Christian  P. Hansen.  (2002).  Tectona  Grandis Linn. f. Informasi Singkat Benih Nomor 15 Januari 2002.       Direktorat       Perbenihan

Tanaman Hutan.


Sukmadjaya, D dan Mariska, I. (2003). Perbanyakan Bibit Jati Melalui Kultur Jaringan. Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian.







Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak