Manfaat Jati
Ranting dan dahan pohon jati sering dipakai untuk kayu bakar sebelum minyak tanah dan gas elpiji dikenal oleh masyarakat sekitar hutan. Dalam baha sa jawa kayu jati yang digunakan sebagai kayu bakar disebut rencek. Disamping untuk memenuhi kebutuhan sendiri, tak jarang mereka menjualnya ke pasar terdekat untuk tambahan pendapatan.
Kulit batang jati atau blabokan dapat digunakan sebagai bahan dinding rumah. Kulit kayu jati memiliki ketebalan 0,8 cm -1 cm cukup memiliki kemampuan menahan terpaan angin, panas dan hujan. Penggunaan blabokan ini lebih banyak dipakai oleh masyarakat sekitar hutan yang kurang mampu atau terkadang digunakan sebagai dinding penutup bagian belakang rumah, terutama dapur.
Kayu jatinya sendiri digunakan sebagai material bangunan rumah penduduk lokal. Rumah-rumah yang dibangun menggunakan papan/dinding, tiang/soko dan bagian rumah lainnya sering disebut dengan istilah omah gebyok. Dengan arsitektur yang unik dan antik, rumah dengan model bekuk lulang, limasan maupun joglo menjadi barang yang dicari untuk diperdagangkan. Sering ditemukan rumah-rumah tradisonal tersebut berpindah tempat dari desa ke kota, menjadi rumah klangenan, rumah makan, hotel atau sekedar barang koleksi.
Setelah ditebang, seringkali akar dan tonggak bagian bawah ditinggal bergitu saja tidak dimanfaatkan. Namun seiring dengan semakin sulit mencari kayu jati yang berasal dari tegakan tua (daur 60-80 tahun), tonggak jati tersebut dimanfaatkan untuk bahan parket (lantai kayu) dan bahan garden furniture. Kerajinan mebel yang berbahan baku tonggak jati banyak ditemukan disekitar daerah Ngawi, Cepu, Blora dan Randublatung. Mebel berbahan batang dan akar bawah pohon jati yang tidak beraturan sering disebut dengan meja gembol jati (Fauzi et al., 2020).
Sumber
Bermejo, I.; I. Canellas; A.S. Miguel. (2004). Growth and Yield Models for Teak Plantations in Costa Rica. Forest Ecology dan Management (189): 97-110. Elsevier.
Castaneto, Y.T and Edmiston, Minda P.F (2003). Response of Tectona philippinensis Benth.
& Hook (Philipine Teak) cutting to applied mykovam and biocore. Philippine Journal of Science,132, (2).
Fauzi, M. A., Hasna, T. M., Setiadi, D., & Adinugraha, H. A. (2020). Variasi Morfologi Empat Spesies Jati (Tectona Sp) di Asia Tenggara: Potensi Pemuliaan Pohon dan Bioteknologinya. Biota: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati, 115-123.
Hardjodarsono. 1984. Jati, cetakan ke-4. Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
Herbarium, M. (2011). Taksonomi Tumbuhan dan Herbarium Madanense (MEDA). Fakultas
Pertanian Universitas Sumatra Utara, Medan.
Hidayat, A.1998. Evaluasi Awal Uji Klon dari 121 pohon Plus Jati (Tectona grandis L.f.) dengan Okulasi. Tesis Pascasarjana, Program Pascasarjana UGM, Yogyakarta (tidak diterbitkan).
Kaosa-ard, A. (1998). Teak breeding and Improvement Straregies. In : Teak for The Future, Proceeding of the Second Regional Seminar on Teak 29 Mei-3 Juni 1995, Yangon, Myanmar. Thailand : FAO Regional Ofiice for Asia and The Pacific.
Madulid, D.A., Agoo, E.M.G. & Caringal, A.M. (2008). Tectona philippinensis. The IUCN
Red List of Threatened Species 2008.
Murtinah, V., Marjenah., Ruchaemi, A., Rudihayat, D. (2015). Pertumbuhan Hutan Tanaman Jati (Tectona grandis Linn. f) di Kalimantan Timur. Jurnal AGRIFOR, Volume XIV Nomor 2.
Prosea, (1994). Plant Resources of South-East Asia 5; (1) Timber trees: Major commercials timbers, I.Soerianegara and R.H.M.J. Lemmens (Editors). PROSEA Foundation, Bogor, Indonesia, Page: 448-454.
Rachmawati, H., Djoko Irianto dan Christian P. Hansen. (2002). Tectona Grandis Linn. f. Informasi Singkat Benih Nomor 15 Januari 2002. Direktorat Perbenihan
Tanaman Hutan.
Sukmadjaya, D dan Mariska, I. (2003). Perbanyakan Bibit Jati Melalui Kultur Jaringan. Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian.